Bank Indonesia (BI) menilai tibanya 2018 sebagai tahun politik ini tidak akan dibarengi dengan maraknya peredaran uang palsu. Kendati demikian, BI tidak menampik kalau peredaran uang kartal di tahun ini bakal naik, seiring dengan angka pertumbuhan ekonomi yang juga diproyeksikan meningkat.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi, kenaikan jumlah produksi uang kartal oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) biasanya dipengaruhi faktor kebutuhan alat transaksi yang lebih tinggi.
“Dari data-data sebelumnya, mulai dari 2004, 2009, sampai dengan 2014, biasa saja mengenai uang palsu,” kata Suhaedi di Bank Indonesia, Jakarta pada Jumat (5/1/2018) sore.
BI sendiri mengindikasikan tren peredaran uang palsu memang menurun dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang dihimpun BI per November 2017, rasio uang palsu mengalami penurunan dari 13 lembar per 1 juta UYD (uang yang diedarkan) di 2016 menjadi 8 lembar per 1 juta UYD.
Suhaedi pun mengatakan, BI telah mengupayakan sejumlah langkah pencegahan penyebaran uang palsu. “Kita lakukan tindakan preventif, persuasif, dan represif. Kesadaran masyarakat untuk mengetahui ciri-ciri uang palsu lebih tinggi. Laporan dugaan uang palsu datang dari laporan masyarakat,” ungkapnya.
Selain menindak para pengedar, pengantara, hingga pemodal bisnis uang palsu, BI juga mengklaim penyebaran uang palsu di Indonesia sebetulnya lebih kepada motif tradisional.
Oleh karenanya, Suhaedi mengharapkan agar ketiadaan korelasi antara maraknya praktik penyebaran uang palsu selama ini tidak muncul di 2018. “Karena di kita memang motifnya untuk orang-orang yang ingin melipatgandakan kekayaan secara tidak bertanggungjawab,” ucap Suhaedi.